Legenda Desa Blimbing Paciran: Raden Fakih si Pemenang Sayembara - Kabar Paciran
Baca artikel dan tutorial Android dan informasi gadget terbaik

Legenda Desa Blimbing Paciran: Raden Fakih si Pemenang Sayembara

 

Oleh : Putih Cahyaningsih (Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Universitas Islam Lamongan) 
 
Menurut cerita yang beredar, Desa Blimbing Paciran memiliki asal-usul yang erat kaitannya dengan pohon blimbing. Dahulu kala, desa ini dikelilingi oleh hutan belantara yang lebat, yang kemudian diolah dan dibuka oleh penduduk asli desa untuk dijadikan lahan pertanian. Di tengah-tengah lahan yang mereka olah, tumbuh subur pohon-pohon blimbing yang melimpah. 
 
 
Di sisi lain terdapat suatu kelompok yang telah lama mencari sepasang pengantin yang menghilang di makan Ular Naga, kelompok ini dikenal dengan sebutan kelompok SEPULUH yang merupakan campuran antara kelompok utara dan selatan, saat kelompok sepuluh menyusuri jalan tengah desa ini, dijumpai kerumunan orang ramai sekali, mereka mengira Ular Naga yang membawa pasangan pengantin itu sudah ditemukan dan disaksikan orang banyak, ternyata salah praduga.
 
 
Di tengah Desa ini Ratu Sulinggawa dari Jawa Barat sedang mengadakan sayembara, di tengah desa ini terdapat dua jenis pohon blimbing, terdiri dari jenis pohon blimbing wuluh jumlahnya sembilan pohon, yang lainnya jenis pohon blimbing bintang jumlahnya sembilan pohon, pohon-pohon blimbing tersebut belum berbunga dan berbuah, Ratu Sulinggawa mengeluarkan sabda barang siapa yang berhasil memanjat blimbing bintang sampai ujung akan dijadikan anak angkat. 
 
Orang-orang dari penjuru daerah banyak yang berdatangan, ada yang ingin mengikuti sayembara, dan ada juga yang sekedar menonton. Sepuluh orang dari pasukan Kelompok SEPULUH lupa akan tugas mencari ular naga raksasa, mereka bertekat mengikuti sayembara ini, setelah Ratu Sulinggawa meniupkan terompet pertanda sayembara dimulai, dari Kelompok SEPULUH maju satu persatu. 
 
 
Orang Pertama berjalan mendekati delapan belas pohon blimbing, kemudian memilih salah satu dari delapan belas pohon, setelah yakin dengan pilihannya mulailah memanjat pohon blimbing yang dipilih, baru memanjat setengahnya orang ini merosot, tubuhnya mrotoli (hancur). Konon, niatnya ikut sayembara adalah kalau menjadi anak angkat Ratu Sulinggawa akan menumpuk kekayaan dan ingin menjadi orang terkaya. 
 
 
Orang Kedua setelah memilih salah satu pohon yang diyakininya, lalu memanjat, baru memanjat setengahnya nasibnya sama seperti orang sebelumnya. Tubuhnya merosot dan hancur lebur karena ikut sayembara berniat, apabila menjadi anak angkat Ratu Sulinggawa akan menikahi putrinya yang paling cantik.  
 
Orang Ketiga nasibnya juga sama dengan orang sebelumnya. Sebab ia berniat kalau menjadi anak angkat Ratu Sulinggawa akan membunuh Ratu Sulinggawa dan menggantikan kedudukannya. 
 
 
Orang Keempat nasibnya juga sama. Sebab, kalau menjadi anak angkat Ratu Sulinggawa akan meguasai dan menggunakan harta kekayaanya dengan berfoya-foya. 
 
 
Orang Kelima juga demikian. Sebab, kalau menjadi anak angkat Ratu Sulinggawa akan melakukan M-LIMA/MOLIMO (Minum, Maling, Madat, Madon, Membunuh).  
 
Orang Keenam nasibnya juga sama dengan yang lain, tubuhnya merosot dan hancur lebur padahal sudah mencapai ujung pohon Blimbing Bintang, ini terjadi ketika sudah di puncak pohon dia berdiri tegak seraya sesumbar, “Wahai saudara-saudara, akulah yang pantas menjadi anak angkat Ratu Sulinggawa, akulah yang paling sakti, ha...ha...ha...., aku akan menjadi putra mahkota, kelak akan menggantikan Ratu Sulinggawa!”  
 
Setelah sesumbar dengan sombong, orang keenam ini kakinya terasa ada yang menarik, seketika itu mrosot dari pohon tubuhnya hancur. 
 
Orang Ketujuh berhasil mencapai ujung pohon Blimbing Bintang. Keajaiban terjadi, pohon blimbing bintang keluar bunga dan buah. Orang Ketujuh ini memakan buah blimbing yang rasanya sangat manis sepuasnya. Semua penonton terperangah menyaksikan orang ketujuh. 
 
Merasa senang sudah berhasil, ia kemudian tertidur pulas di atas pohon blimbing. Konon, niatnya ikut sayembara ingin menjadi anak angkat Ratu Sulinggawa yang mengabdi kepada kerajaan. Semua orang yang menonton berteriak, meminta kepada orang ketujuh turun dari pohon tapi tak terdengar karena sudah tidur lelap. 
 
 
Orang Kedelapan, Kesembilan dan Kesepuluh mengundurkankan diri dari sayembara, karena takut menjadi korban seperti teman-temannya. Ratu Sulinggawa meniup terompet tiga kali, petanda sayembara selesai. Dan Orang Ketujuh resmi menjadi anak angkat Ratu Sulinggawa.
 
 
Pada saat dibacakan ikrar pengangkatan, orang Ketujuh masih lelap tidurnya di atas pohon blimbing bintang.
   
 
“Wahai...anak angkatku kamu telah berhasil memanjat pohon blimbing bintang, kamu sudah resmi menjadi anak angkat Ratu Sulinggawa. Kamu berhak menjadi penguasa di wilayah desa ini. Desa ini aku beri nama DESA BLIMBING”. Setelah membacakan ikrar peresmian ratu Sulinggawa melanjutkan perjalanan menuju kerajaannya. 
 
 
Konon esok harinya terjadi hujan deras tiga hari tiga malam, sehingga terjadi bencana banjir besar yang menenggelamkan rumah penduduk. 
 
 
Banyak nyawa yang melayang, banjir yang sangat besar itu airnya berwarna merah tanah petanda air yang berasal dari gunung. Air yang mengalir dengan dahsyatnya menumbangkan banyak pepohonan, batu-batu gunung menggelinding jatuh, banyak binatang yang mati tenggelam sebagian hanyut bersama banjir. 
 
 
Ketika hujan reda, air menggenang di mana-mana. Pohon blimbing yang kokoh berdiri tegak batangnya dililit ular yang amat besar, sebesar pohon kelapa, kepalanya menjuntai ke pucuk pohon blimbing bintang.
 
 
Ternyata itu adalah ular naga yang dicari oleh kelompok SEPULUH selama ini. Ular naga itu perutnya penuh air. Tubuhnya lemas kemudian muntah mengeluarkan dua makhluk yang masih berbusana pengantin. Tubuhnya masih utuh namun sudah tidak bernyawa lagi. Pengantin tersebut yakni Joko Suryo dan Ningrum Anggraeni Setiasih. Merasa ada yang menindih badannya, Penguasa Desa Blimbing ini akhirnya bangun dan menyadari telah menemukan yang ia cari.
 
 
Orang ketujuh ini adalah si Penghulu: Raden Fakih. Adapun ular naga yang telah mengeluarkan Joko Suryo dan Ningrum Anggraeni Setiasih akhirnya mati melilit di pohon Blimbing itu. 
 
 
Raden Fakih akhirnya turun dari pohon blimbing dan membawa dua mayat yang tak berdosa. Keduanya disemayamkan di Makam Kalbakal. Ular naga yang melilit tidak dapat dilepas dan menjadi tontonan setiap orang yang lewat. Banyak orang dari luar desa berdatangan silih berganti ke Desa Blimbing untuk melihat ular raksasa mati di pohon blimbing. 
 
 
Demikian cerita Legenda Desa Blimbing yang berada di bagian wilayah Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur, Indonesia.
 


Load Comments

Subscribe Our Newsletter