Oleh : Sri Handayani Baqiyatus Sholihah
Perkembangan audit sektor publik di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir ini. Hal ini didukung dengan munculnya tiga paket perundang-undangan yang diterbitkan berupa : Undang-undang No 1 Tahun 2003 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-undang No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan Undang-undang No 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) menyebutkan bahwa auditor harus bersikap independensi dalam pemikiran dan independensi dalam penampilan. perilaku seorang profesi harus mampu membangun kepercayaan masyarakat agar martabat dan kualitas jasa profesionalnya dapat terjaga. Untuk membangun kepercayaan suatu masyarakat maka perilaku profesional perlu diatur agar kualitas dari hasil pekerjaannya dapat dipertanggung jawabkan. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya standar dan aturan etika profesi supaya masyarakat percaya adanya kualitas dari hasil pekerjaanya.
Kualitas hasil pemeriksaan diperhatikan olej pemangku kepentingan karena semakin tinggi kualitas audit maka dapat dihasilkan laporan keuangan yang lebih baik dan lebih dipercaya yang akan digunakan untuk membantu pengambilan keputusan. Semakin banyak terjadinya kasus korupsi di Indonesia menjadikan kualitas audit sektor publik saat ini menjadi sorotan masyarakat, seperti munculnya beberapa kasus suap pemeriksa BPK. Pemberian opini BPK juga mendapatkan sorotan oleh masyarakat dengan diberikannya opini laporan keuangan Wajar Tanp Pengecualian (WTP) pada entitas laporan keuangan sektor publik. Ketua BPK menegaskan bahwa pemberian opini WTP terhadap sebuah instusi, tidak serta merta akan menjamin bahwa lembaga itu bersih dari tindakan korupsi. Hal tersebut dinyatakan karena terdapat pihak-pihak tertentu yang menggunakan tameng opini audit BPK sebagai indikator departemen atau lembaga tertentu bebas dari korupsi. Kualitas audit dikembangkan dari UK Financial Reporting Council (FRC) dalam Holt (2007) yang terdiri dari : budaya di suatu perusahaan, kemampuan dan kualitas personal auditor dan partner, efektifitas proses audit, keandalan laporan keuangan dan faktor-faktor diluar kendali auditor. Wooten (2003) menggunakan proksi kualitas audit sebagai pendeteksi salah saji dan pelaporan yang kurang tepat. Pada penelitian Boner (1990), Tan dan Kao (1999) menjelaskan bahwa pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh seorang auditor akan berpengaruh pada kinerja auditor. Dan sesungguhnya memang independensi berpengaruh secara siginifikan terhadap kualitas audit serta independensi etika auditor berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit.
Seorang peneliti mengungkapkan bahwa ditinjau dari proses (metodologi) dan teknik audit, tidak ada perebedaan antara audit sektor publik dengan audit sektor privat, akan tetapi manajemen sektor publik yang berkaitan erat dengan kebijakan dan pertimbangan politik serta ketentuan peraturan perundang-undangan, pemeriksa sektor publik harus memberikan perhatian yang memadai pada hal-hal tersebut. Dalam hal proses politik, auditor harus secara jelas dapat membedakan hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan yang ditetapkan dan dapat dikendalikan oleh auditee (controllable factor) serta kebijakan yang ditetapkan di luar organisasi (uncontrollable factor). Dalam hal ketentuan harus ditaati, pemeriksa sektor publik dalam pelaksanaan pekerjaanya terikat dengan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu aspek kepatuhan terhadap peraturan sangat menonjol pada setiap pelaksanaan sektor publik.
KUALITAS AUDIT SEKTOR PUBLIK
Sebagai peluang seorang auditor menyatakan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem informasi kliennya. Kemudian pada hasil penelitian menunjukkan bahwa KAP besar akan berusaha menyajikan kualitas audit yang lebih besar daripada dengan KAP kecil. Kualitas dari audit menunjukkan bahwa keberadaan (kualitas yang bisa diterima) atau tidak (kualitas yang tidak bisa diterima) dari hasil laporan-laporan dan prosedur audit yang diperlukan sesuai dengan ketentuan program bantuan federal. Kualitas dari Audit menurut Leventis dan Caramanis (2005) yaitu disesaikan dan diproksikan dengan faktor-faktor yang menentukan audit antara auditor dengan auditee. Untuk meneliti mengenai perencanaan kualitas audit yang optimal oleh auditor yakni adalah hal tersebut harus ditunjukkan dengan efisiensi auditor, audit fee serta kemungkinan kegagalan dari auditor. Kualitas dari audit diukur dari jumlah unit standar bukti audit yang dikumpulkan oleh auditor, kemudian dari kegagalan audit di definisikan sebagai kegagalan dari seorang auditor dalam mendeteksi kesalahan material dan juga kelalaian.
Kualitas Audit Sektor Publik biasanya ditentukan
dengan 2 hal, yakni kompetensi (keahlian) dan independensi. Dari kedual hal
tersebut sangat berpengaruh terhadap kualitas secara potensial saling
mempengaruhi. Lebih jelasnya, presepsi pengguna laporan keuangan atas kualitas
audit merupakan fungsi dari presepsi mereka atas independensi dan keahlian
auditor. Kemudian dari kualitas Audit Sektor Publik sendiri biasanya dilihat
dari gabungan profabilitas oleh auditor, apakah auditor tersebut mampu
menemukan serta melaporkan dalam kesalahan dan penyelewengan yang terjadi dalam
sistem akuntansi klien tersebut. Jadi seorang auditor dituntut untuk dapat
menghasilkan kualitas pekerjaan yang tinggi, mengapa demikian? Karena seorang auditor harus mempunyai tanggung
jawab yang besar terhadap pihak-pihak yang bersangkutan terhadap laporan
keuangan dari suatu perusahaan termasuk masyarakat, tidak hanya bergantung pada
klien saja.