KABAR.PACIRAN.COM - Seperti apapun tawa dari mereka yang terbang di ketinggian rendah, mereka tetap ingin melihat batas terjauh dari lautan, katakanlah pada dunia, aku memang kecil tapi aku masih bisa melompat. Berusahalah... karena hasil tidak akan menghianati proses
Kwkwkwkwkw di dunia ini apa sih yang tidak berhianat?
Sering kita menemukan kata-kata andalan dari motivator tentang hasil dan proses, yah kira-kira seperti yang diatas lah.
Kata-kata tersebut cukup ampuh dan terpercaya, saking ampuhnya, kata- kata tersebut sering muncul di sosmed anak-anak santuy untuk menunjukkan bahwa hasil dan proses memiliki hubungan yang baik.
Pertama kita harus pahami bahwa tugas motivator memang untuk memotivasi, jadi yang ia ungkapkan pastilah kata-kata yang memotivasi orang lain, meskipun ia sendiri tidak percaya, ya hanya untuk menyemangati saja, formalitas lah. Wajar saja ketika ada motivator terkena kasus, ia juga butuh motivasi.
Ini bukan nyindir anda pak Mario :v
Yang kedua, mengenai konten kalimat motivasi tersebut yangmana mengungkapkan bahwa hasil kita adalah usaha kita. Saya sih agaknya kurang sependapat dengan kata-kata tersebut. Contohlah seorang bayi, ia tak pernah berusaha, bahkan hanya diam, menangis dan tidur. Tapi apa yang ia dapat ? segala kebutuhannya terpenuhi. Baju baru yang tak pernah ia minta pun ia dapatkan, pakaian kotor dengan sendirinya berganti bersih tanpa perlu meminta.
Ingatlah kehidupan juga tidak hanya berisi usaha saja. Ada yang dinamakan keberuntungan. Misalnya seorang pemain sepakbola dengan usahanya berhasil berdiri bebas tanpa pengawalan,
tinggal berhadapan dengan kiper dan menendang bola agar menjadi goll. Namun saat itu keberuntungan tidak memihaknya, bola yang ia tendang melambung dan ia gagal mencetak gol.
Apakah ia tidak berusaha ?? apakah ia tidak pernah berlatih dengan maksimal ?
Bukan itu masalahnya kawan, keberuntungan juga bagian dalam kehidupan. Dan terkadang hasil juga bisa menghianati proses.
Kehidupan bukanlah kalkulasi yang ketika begini maka hasilnya begitu..
yo oraaa..
Faktanya, Orang yang menanam padi (petani) justru lebih kurus daripda orang yang tidak menanam padi (konsumen). Orang yang membangun rumah (kuli bangunan) justru tidak mendapat rumah yang layak...
La kok iso ngunu ?
Gk adil berarti urep iki ??
Ya karena sebenarnya patokannya bukan hasil, tapi proses.
Asal usul kata “usaha tidak akan menghianati hasil” adalah karena kita selalu saja menilai kesuksesan dari hasil. Belum dikatakan sukses kalau belum memiliki hasil. Meskipun sudah berproses pun akan dikatakan kurang sukses kalau belum berhasil.
Jika diilustrasikan mungkin seperti ini: sebut saja namanya Bambang, ia berasal dari sebuah Desa di daerah Lamongan (emang lamongan ono kota e?). karena tidak kuat mendengarkan “ceramah” dari tetangganya, si Bambang ahirnya merantau ke Jakarta.
Setelah beberapa tahun lamanya, si Bambang pun pulang kampung dengan membawa semua hasil rantauannya. Terlihat ia membawa mobil mewah, pakaian mbois, istrinya mulus seperti rajin ke salon, anak-anaknya gendut terlihat ia sering makan 4 sehat 5 sempurna.
Nah dengan keadaan seperti itu, tanpa melakukan survey pun saya sudah tahu kalau pandangan masyarakat akan menilai si Bambang sudah sukses, karena sudah punya hasil.
Beda cerita kalau misalnya si Bambang kembali ke kampung halamannya dengan memakai kendaraan umum (koyo bus Armada), istrinya lusuh, anaknya kurus tak terurus, bekalnya pun seadanya.
Nah, kembali tanpa survey pun saya tetap yakin kalau pandangan masyarakat akan menilai si Bambang belum sukses.
Dari ilustrasi tersebut memang tidak perlu dipungkiri bahwa sebagian besar masyarakat kita lebih mendewakan hasil daripada proses. Namun agaknya hasil akan berbalik 180 drajad kalau “borok” dalam prosesnya terlihat.
Anggap saja si Bambang tadi sukses dengan semua harta dan kebahagiaannya, ia pasti akan dianggap contoh dalam masyarakat.
Namun jika setahun setelahnya, si Bambang harus ditangkap polisi karena (misalnya) ternyata bisnis kelapa sawitnya terlibat kasus pembakaran hutan, maka saya sangat yakin meskipun tidak ada survey, masyarakat akan menganggap si Bambang tidak sukses, malah akan dianggap aib bagi Desanya.
Dari sini bisa kita renungi bahwa yang paling penting bukanlah tujuan atau hasil, melainkan perjalanan atau proses.
Saya kasih Analogi lagi, seseorang berangkat dari Lamongan menuju Surabaya. Lamongan adalah titik awal perjalanan, sedangkan Surabaya adalah titik ahir atau garis finish.
Sebagian besar sepakat bahwa jika orang tersebut bisa sampai di Surabaya maka ia akan dianggap orang yang berhasil.
Namun coba kita bayangkan, jika dalam perjalanan ia diketahui melanggar banyak sekali rambu-rambu lalu lintas, berkendara serampangan, mencelakakan orang lain atau bahkan membegal mobil orang lain, pokoknya semua dilakukan untuk sampai pada tujuan, maka apakah orang tersebut bisa dikatakan sukses ?.
Sukses adalah ketika dalam perjalannya dari Lamongan ke Surabaya ia selalu menaati rambu-rambu yang ada, berjaan sesuai marka jalan, tidak mencelakakan orang lain, ketika ada kecelakaan menyempatkan diri menolong orang lain.
Maka andai saja ia tidak bisa sampai ke Surabaya pun seharusnya dengan proses yang ia lalui sewajarnya sudah dianggap sukses.
Poin saya disini adalah jangan terlalu fokus dengan hasil, sehingga menghalalkan apapun dalam berproses. Taati semua rambu yang ada dan nikmati sepenuhnya.
Kembali saya tegaskan, kesuksesan bukan dinilai dari hasil, tapi dari proses. (apalagi dari cocote tonggo).