![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhVtECWvrQHtij-y2y_saFaDqBOksRisaYjlk-UphW7E9oAtt3oCCcVV2UeIx1Pnwqm_D_KFXa6_Y__89QzpeYzVRXJguXkoS8HwS6YwwOXgBVb_VcP1CEMk8bCWMOVGZm6c2Qjw1t9pKT4/s1600/7AD3E3C6-AE46-44E1-BFE1-EDDAAD8B01A8.jpeg)
Disebut Pantai Kutang karena dulu pantai ini kumuh banyak sampah yang berserakan di pantai. Diantara sampah-sampah itu adalah sampah kutang (BH) yang sudah ndak terpakai dibuang begitu saja di pantai.
Perlahan pemuda desa dan pemerintah mencoba untuk membersihkan pantai sekaligus memperindah dengan menambahi dengan track dengan cat warna-warni.
Setelah perlahan bersih pantai ini banyak pengunjung. Tiap hari libur selalu penuh pengunjung dan menurut pengurus BumDesa tiap tahun sudah menghasilkan 750 juta rupiah.
Sebelum pantai kutang ini dibenahi, jauh sebelumnya ada sekelompok orang yang melakukan ritual di salah satu pohon. Mereka percaya bahwa pohon yang dibalut kain putih tersebut adalah endapan abu pembakaran Ronggolawe, abunya ditebar di pantai tuban tapi mengendap di pantai kutang. Boleh percaya boleh tidak.
Tapi yang terpenting adalah potensi desa itu tak melulu yang plus-plus saja tapi hal minus bisa diubah menjadi positif. Contohnya ya soal sampah di pantai kutang yang kini perlahan menghilang menjadi pantai wisata yang indah. Tapi yang menjadi kegelisahan warga desa adalah kiran sampah dari pulau sebrang saat air laut pasang. Sampah datang dari jauh....
Semangattttt....
Penulis: Didik Wahyudi