KABAR PACIRAN - Pohon-pohon besar tumbuh dengan rindang di musim penghujan memayungi sebagian lahan perbukitan dan lahan pertanian yang ada di wilayah Selatan desa Kandangsemangkon, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur. Rumput dan semak belukar yang tumbuh subur menghijaukan lahannya. Burung-burung terbang dan hinggap di dahan, kicauan merdunya menentramkan jiwa.
Suasana menentramkan itu yang dirasakan oleh tim redaksi Kabar Paciran saat berkunjung ke kawasan perbukitan tersebut pada pukul 16.30 WIB pada Minggu (03/02/2019). Di kawasan perbukitan yang bercampur dengan lahan pertanian itu kami mencoba menelusuri jejak-jejak peninggalan penjajahan Jepang pada masa perang dunia ke dua.
Buku Mereka Yang Terlupakan: Memoar Rahmat Shigeru Ono (2011:17-18). Menyebutkan bahwa
akibat embargo ekonomi yang dilakukan oleh pihak sekutu kepada Jepang, hal itu membuat Jepang tak lagi mampu memenuhi kebutuhan seperti minyak dan segala macam kebutuhan lainnya untuk kepentingan perang dan demi memenuhi kebutuhan tersebut Jepang mengubah kebijakan Hokushin (perjalanan ke utara. Masa ini Jepang berencana menyerang ke Rusia) menjadi Nanshin (perjalanan ke arah selatan).
Rencana Hokushi dibuat untuk penyerangan dan penaklukan di kawasan Rusia. Namun saat memasuki bulan September sampai November 1941, Jepang mulai mengirim 8 divisi untuk melakukan rencana pelayaran ke arah yang berlawanan dari Rusia yaitu ke daerah selatan. Perubahan kebijakan baru itu terpaksa dibuat akibat embargo ekonomi yang terjadi.
Di luar dugaan, dalam sekejap mata Jepang (Perang Asia Timur Raya) mampu menduduki beberapa daerah di Asia Tenggara yang sebelumnya telah diduduki oleh orang-orang kulit putih. Pada saat itu Inggris sedang menduduki dan menjajah di Singapura dan Malaysia. Vietnam diduduki oleh Prancis. Filipina diduduki oleh Amerika. Sedangkan Belanda menduduki dan menjajah Indonesia.
Tepat pada tanggal 14 Februari 1942, Jepang berduyun-duyun memasuki wilayah Indonesia yaitu daerah Palembang, Sumatra Selatan. Berlanjut pada 9 Maret 1942, tentara Jepang sudah berhasil menduduki sebagian besar wilayah Indonesia.
Ketika tentara Jepang sudah menguasai suatu daerah, mereka akan membuat benteng pertahanan di kawasan perbukitan, bentuk pertahanan tentara Jepang itu biasanya berupa bunker atau gua buatan. Pembuatan bunker atau gua buatan itu juga dilakukan di wilayah pesisir desa kandangsemangkon, kecamatan Paciran.
Pembuatan bunker itu dimaksudkan menjadi benteng pertahanan militer Jepang. Bunker ini cocok dijadikan gudang amunisi dan juga sebagai pos pengintai untuk melihat gerak gerik musuh dan penduduk di bawah kaki Bukit.
Secara kebetulan di daerah perbukitan selatan desa Kandangsemangkon ini tersimpan saksi bisu jejak-jejak peninggalan perang dunia ke dua berupa bunker atau gua Jepang.
Dengan jalan kaki dipandu oleh Pak Kastalim kami menyusuri jalan setapak menembus semak belukar, banyak sekali nyamuk-nyamuk besar. Bagi yang ke lokasi ini sebaiknya menggunakan krim anti nyamuk di tubuh supaya aman dan nyaman, biar tidak sibuk garuk-garuk kulit karena gatal-gatal digigit nyamuk.
Akses menuju ke gua Jepang ini hanya bisa dilalui dengan jalan kaki, medannya berbatu dengan semak belukar yang lebat.
Namun sangat disayangkan, kala kami mulai mendekati area bunker, bentuk bunker rupanya sudah tertutup rumput-rumput, ranting dan banyak ditumbuhi semak belukar. Jika dilihat dari kejauhan, bunker sudah tidak terlihat lagi wujudnya karena telah tertutup daun-daun.
"Pada masa Romusha. Bapak saya dulu mendapat perintah dari tentara Jepang untuk membuat gua ini dengan upah beras satu cangkir sehari." kata Pak Kastalim menceritakan kembali riwayat yang pernah disampaikan orang tuanya.
Di perbukitan ini kami menemukan tiga bunker, dua menghadap ke arah selatan, dan satu bunker menghadap ke arah timur.
Foto : Soni irawan