KABAR PACIRAN – Pada masa ketika setiap tetes air hujan diajak-ajak bersenandung, merintih lirih pada kenangan, dan hembusan kencang angin barat digandeng renteng untuk bersekutu demi angan-angan dan impian pada sang pujaan hati. “pada angin ku titipkan rindu ini padamu.” (halah tembelek). Mungkin generasi jaman now tidak pernah tahu, bahwa pada musim angin kencang baratan seperti saat ini, jamaah nelayan mengikat kencang sabuk di perutnya.
Setelah saya bangun agak kesiangan, lantas mengawali hari seperti biasa untuk menelusuri di sosial media, bahasa kasarnya stalker. Dilalah ada salah satu nelayan yang memposting menu lawas dikala musim angin baratan. menu tersebut adalah Sego Karak, makanan khas baratan itu terposting pada tanggal 21 Desember 2017. dengan taburan kalimat dalam bahasa Jawa khas kaum Sudra. “Sarapan Sego Karak, Iwak’e Gereh. Aku arep tarak ben iso sugeh.” konten sangar yang terbalut dalam pantun (parik’an) itu diposkan oleh kawan Kholidin, salah seorang bapak-bapak nelayan yang lebih bangga memelihara kumis daripada jenggot. pancen, sampean gagah cak.
Harga beras yang mahal membuat warga Paciran di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, yang merupakan daerah penghasil padi nasional, kesulitan mendapatkan beras kualitas layak dengan harga terjangkau. Sebagian warga pun memanfaatkan cadangan nasi sisa yang sudah dijemur hingga kering lalu dikukus kembali. Untuk menambah rasa lezat, Sego Karak ditaburi Garam dan Parutan kelapa, bagi sebagian nelayan mengonsumsi Sego Karak di musim angin Baratan sudah menjadi tradisi setiap musim angin baratan tiba. Namun sungguh ironis, Tradisi ketahanan pangan dengan merubah pola konsumsi itu kini mulai memudar, sementara Angin Barat setiap tahun tak pernah mendua apalagi ingkar janji untuk tidak datang. (datangnya kadang telat, kadang terlalu cepat.)
Sego Karak adalah makanan pokok masyarakat nelayan pesisir Paciran dikala musim angin baratan, Sego Karak juga merupakan makanan favorit Mbok-Mbok kita, tapi itu dulu. sekarang makanan Sego Karak hanya diangap sebagai penggugah nostalgia masa kecil, penggugah rindu kampung halaman. padahal FAO (Forum Anak Oleng) telah menyatakan bahwa makanan ini sangat ramah lingkungan karena dibuat dengan mendaur ulang makanan yang telah terpakai menjadi sebuah menu makanan baru.
Sementara itu dikutip laman Wikipedia Sego Karak atau Nasi aking adalah makanan yang berasal dari sisa-sisa nasi yang tak termakan yang dibersihkan dan dikeringkan di terik matahari. Nasi aking biasanya dijual sebagai makanan unggas. Tetapi belakangan masyarakat pun mulai mengonsumsi nasi aking. Nasi aking bukanlah makanan yang layak dikonsumsi manusia; berwarna coklat dan dipenuhi jamur. Namun, masyarakat kelas bawah menjadikannya sebagai makanan pokok pengganti nasi karena tak mampu membeli beras. Untuk menghilangkan bau, nasi aking terlebih dahulu dipisahkan dari kotoran, dicuci, dijemur, lalu diberi kunyit untuk mengurangi rasa asam akibat jamur.
foto : Kholidin