KABAR PACIRAN – Tidak semua orang selalu nyaman kerja ikut orang. Salah satunya Alif Miftahul Ma’afi. Berbekal ilmu fotografi yang dipelajarinya selama kuliah, pria alumnus Universitas Muhammadiyah Malang itu lebih memilih merintis studio foto daripada harus melamar pekerjaan selepas lulus kuliah.
Pilihan membuka studio foto di Desa Paciran bukannya tanpa kendala. Selain pengadaan properti studio yang masih langka, pangsa pasar juga masih sulit. Belum lagi harus bersaing dengan kompetitor yang sudah ada. Namun hal itu tidak membuat pria asal Sukunan, Paciran itu patah arang.
“Peluang di kota sebenarnya sangat ramai dibandingkan di desa. Tapi di situ tantangannya. Insyaallah tetap ada peluang lebih baik,” kata pria yang baru saja menikah itu.
Untuk menghadapi kendala seperti sulitnya mencari properti foto, ia biasanya membuat sendiri. Sedangkan untuk pangsa pasar, Ma’afi lebih memilih tema atau kategori foto yang di studio lain jarang ada. Sebut saja seperti foto baby (balita), maternity (ibu hamil), foto keluarga, dan foto grufie (kelompok).
“Sewaktu kuliah saya belum pernah foto bayi cak, prewedding biasanya, tapi pas lulus terinspirasi dari Instagram, jadi suka motret balita yang lucu-lucu. Tapi foto balita biasanya hanya bisa dinikmati orang kota yang harganya mahal. Nah, saya ingin itu bisa dinikmati ibu-ibu di desa dengan harga yang terjangkau tapi kualitas tetap sama,” beber suami dari Hidayatul Ummah itu.
Untuk biaya pemotretan, Ma’afi menjelaskan, foto maternity 10 kali pose dengan ukuran 4R 3 kali, ia mengenakan tarif sebesar Rp 70 ribu. Sedangkan foto balita di studio dengan 3 kostum dan ukuran 10R dikenakan tarif dari Rp 180 ribu sampai Rp 150 ribu. “Bagi balita unlimited jepretan, Rp 150 ribu di studio dan Rp 180 ribu untuk diluar studio,” lanjutnya saat ditemui di studionya di Jalan Sukunan, Gang I RT 08/RW 01.
Pria yang baru menikah itu mengaku, untuk membuka studio foto, ia memakai modal awal sekitar Rp 700 ribu. Modal tersebut belum termasuk peralatan lain seperti kamera dan lampu. Sedangkan soal pemilihan nama Bunglon, lebih karena hewan tersebut bisa beradaptasi dengan banyak warna. Karena menurutnya, foto juga harus punya banyak warna. Apalagi foto momen harus banyak warna.
Meskipun baru merintis sekitar dua bulan. Ia berharap studionya mampu berkembang dan berencana menyewa tempat dan mampu mempekerjakan karyawan. ” “Kalau tempat studio saat ini, saya memakai rumah orang tua saya,” katanya. (mir)
Foto : Ma’afi