Benar saja, ketika sampai di Jalan Embong Malang angin berpadu hujan berhembus dan mengguyur deras. Membuat motor sempat oleng kanan dan ke kiri. Seketika saja saya langsung menepi tepat di depan depot rawon setan. Baru kali itu saya singgah di depot tersebut.
Dan betapa senangnya di dinding depot terpampang jelas nama dan foto Pak Bondan beserta pemilik depot. “Jika ada foto Pak Bondan pastinya depot ini masakannya pasti makyus,” pikirku. Tanpa pikir panjang. Kami pun pesan dua porsi rawon setan. Kebetulan perut ini juga lapar.
Pikiranku pun kemudian terngiang-ngiang ke Pak Bondan. Bukan karena sosoknya sebagai pembawa acara kuliner yang terkenal itu. Tapi rekam jejaknya sebagai jurnalis investigasi yang banyak saya dengar dari wartawan senior dulu dan dari buku-buku beliau yang sudah menjadi bacaan wajib bagi mahasiswa. Khususnya pada jurusan komunikasi jurnalistik investigasi. Satu bidang yang kemudian melambungkan namanya bahkan di dunia internasional.
Beberapa hasil investigasinya yang fenomenal seperti “Neraka di Laut Jawa Tampomas II”. Laporan investigasi yang dibukukan itu mengisahkan tenggelamnya Kapal Motor Penumpang (KMP) Tampomas II. Kapal milik PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) itu tenggelam di perairan Masalembo Laut Jawa atau di sebelah sisi utara Pulau Madura.
Sebelum tenggelam, kapal nahas sarat penumpang dan barang diketahui bertolak dari Jakarta menuju Sulawesi. Celakanya, dalam perjalanan mengalami kebakaran hebat menyebabkan ratusan penumpang tewas terbakar dan tenggelam. Musibah yang terjadi pada 27 Januari 1981 itu kemudian juga direkam Iwan Fals lewat lagu yang berjudul “Tampomas”.
Lalu apa hasil laporan investasi Pak Bondan yang tak kalah fenomenal lainnya? Ya, apalagi kalau bukan skandal penipuan eksplorasi tambang emas PT Bre-X Corp di Busang, Kalimantan Timur. Sama seperti sebelumnya, laporan investigasinya itu juga dibukukan dengan judul “Bre-X: Sebungkah Emas di Kaki Pelangi”.
Karena laporannya itu, di penghujung orde baru, Pak Bondan digugat oleh menteri pertambangan IB Sudjana. Di pengadilan, pria yang lahir 29 April 1950 itu kalah. Tak tanggung-tanggung ia harus membayar sekitar Rp 2 triliun ditambah permintaan maaf di media dan tentunya peredaran buku hasil investigasinya ditarik serta dilarang beredar. Lalu apa sebenarnya yang membuat berang pemerintah orde baru lantaran hasil investigasinya?
Pada dekade 1990, perusahaan Bre-X mengklaim telah menemukan sebuah gunung dengan kandungan emas terbesar di dunia. Klaim itulah yang kemudian menarik para investor untuk membeli saham Bre-X. Atas temuan itu, pemerintah Indonesia kemudian memberi lampu hijau eksplorasi bagi perusahaan tambang asal Kanada tersebut.
Saham Bre-X laku keras di bursa saham yang sebelumnya hanya 27 sen melonjak menjadi US $ 192. Kenaikan harga saham yang fantastis itu kemudian membawa Michael de Guzman sosok dibalik “penemu”mendadak menjadi seorang milyuner. Guzman sendiri adalah ahli geologi dan direktur eksplorasi Bre-X.
Namun para investor rupanya belum menyadari bahwa mimpi bongkahan emas di Busang hanya tipuan belaka Guzman. Sadar tipuannya akan terbongkar. Guzman kemudian menghilang. Skenario dijalankan, selang beberapa waktu sesosok mayat ditemukan dengan wajah hancur. Mayat itulah yang kemudian diyakini sebagai Guzman yang bunuh diri dengan menjatuhkan diri dari helikopter yang ditumpanginya menuju ke Busang.
Namun karena kejelian yang kuat. Pria yang akrab dengan kata makyus itu menyakini mayat yang ditemukan di hutan Busang itu bukan Guzman. Karena banyak kejanggalan. Salah satunya struktur gigi mayat yang ditemukan utuh. Sedangkan Guzman sendiri mempunyai gigi palsu yang tiap tidur dicopotnya. Motif bunuh diri kemudian dicoret. Hilangnya Guzman kemudian terkuak karena hendak melarikan diri dari kejaran investor.
Skandal tersebut jelas menampar pemerintah waktu itu. Karena pemerintah Indonesia waktu itu bisa dengan mudah memberikan izin eksplorasi tanpa mengecek kebenaran di Busang. Cerita mengenai Bre-X sendiri kemudian menjadi sebuah inspirasi sebuah film berjudul “Gold” yang didasarkan (based true event) hampir persis dengan skandal penipuan tambang emas terbesar itu.
Saat menelusuri skandal Bre-X, usia Pak Bondan sudah mencapai 47 tahun. Dan tepat pada tanggal 29 November tahun lalu beliau menghadap-Nya. Namun setelah 28 tahun sudah berlalu sejak skandal itu. Karya dan namanya tetap saja masih aktual dipelajari di ruang-ruang kelas mahasiswa jurnalistik atau tiap-tiap pojok warung makan di nusantara.
(MIR)