Tentang semua resah, gelisah nan gundah.
Tentang rasa yang kalah, tentang luka yang begitu parah.
Aku pasrah... Sabarku telah menyentuh langit dan laut.
Aku tak ingin menjadi perahu tanpa penumpang.
Aku tak ingin menjadi pesawat tanpa pilot.
Jangan kau tanya kenapa...
Pada perahu yang hanyut terhempas.
Pada pesawat yang jatuh tanpa kendali.
Jangan tangisi perahumu, jika tak bisa lagi mengantarkanmu.
Sebab, tenggelam lebih tenang dari pada mengambang.
Selama ini aku berjuang tanpa terukur.
Tawa tangis menemani rasa yang tersuhur.
Namun, aku pun tak menyangka.
Hati ini berhenti dari harap yang dangkal.
Langkah ini patah ditikam acuh yang tak bisa kubantah.
Mohon kembalikanlah seonggok daging hatiku...
Biar aku meramu obat pada luka yang menganga dalam kesendirianku.
Walau aku tahu ujungnya dimana.
Seikat hening dari sisa perjuangan ini adalah sebagai obat untuk sembuh.
Dan aku tak ingin perang pada rasa yang sengit berkecamuk.
Setiap malam aku terus merenung...
Belajar menerima kenyataan yang terabaikan.
Setiap malam do'aku untukmu...
Semoga kau bisa menyeberang lautan untuk pulang tanpa perahu yang kau tinggalkan.
Atau kau terbang melintasi awan tanpa awak pesawat yang telah kau hancurkan.
Entahlah... Kau yang akan kembali.
Atau kau hanya sekedar pelajaran hidup yang begitu berarti.
Tentang rasa yang kalah, tentang luka yang begitu parah.
Aku pasrah... Sabarku telah menyentuh langit dan laut.
Aku tak ingin menjadi perahu tanpa penumpang.
Aku tak ingin menjadi pesawat tanpa pilot.
Jangan kau tanya kenapa...
Pada perahu yang hanyut terhempas.
Pada pesawat yang jatuh tanpa kendali.
Jangan tangisi perahumu, jika tak bisa lagi mengantarkanmu.
Sebab, tenggelam lebih tenang dari pada mengambang.
Selama ini aku berjuang tanpa terukur.
Tawa tangis menemani rasa yang tersuhur.
Namun, aku pun tak menyangka.
Hati ini berhenti dari harap yang dangkal.
Langkah ini patah ditikam acuh yang tak bisa kubantah.
Mohon kembalikanlah seonggok daging hatiku...
Biar aku meramu obat pada luka yang menganga dalam kesendirianku.
Walau aku tahu ujungnya dimana.
Seikat hening dari sisa perjuangan ini adalah sebagai obat untuk sembuh.
Dan aku tak ingin perang pada rasa yang sengit berkecamuk.
Setiap malam aku terus merenung...
Belajar menerima kenyataan yang terabaikan.
Setiap malam do'aku untukmu...
Semoga kau bisa menyeberang lautan untuk pulang tanpa perahu yang kau tinggalkan.
Atau kau terbang melintasi awan tanpa awak pesawat yang telah kau hancurkan.
Entahlah... Kau yang akan kembali.
Atau kau hanya sekedar pelajaran hidup yang begitu berarti.
Wallahua'lam...
Khusniah Mujahadah : https://www.facebook.com/profile.php?id=100014241545319 | Saat ini tinggal di Bangil. Lahir pada tanggal 10 Desember 1998.
Tulisan ini adalah kiriman dari pembaca KABAR PACIRAN, isi dari tulisan di luar tanggung jawab redaksi. Ingin membuat tulisan kamu sendiri? Jadilah bagian dari Kolomnis kabar Paciran. Kirimkan tulisan Anda seputar opini, gagasan, sudut pandang, dan peristiwa yang terjadi disekitar Anda lewat kolom pesan.